areadi mana proses ekologi dan evolusi yang penting dapat berinteraksi secara erat. Pemahaman lainnya menurut Robert G. Bailey (2014 ), eco-region merupakan daerah perbatasan yang ditandai dengan kesamaan flora dan fauna serta geomor-fologi, iklim dan tanah. Eco-region terhadap DAS merupa-kan satu bagian dari pendekatan peren-canaan wilayah
Indonesia merupakan negara kepuluauan seluas sekitar 9 juta km 2 yang terletak diantara dua samudra dan dua benua dengan jumlah pulau sekitar buah yang panjang garis pantainya sekitar km. Kondisi geografis tersebut menyebabkan negara Indonesia menjadi suatu negara megabiodiversitas walaupun luasnya hanya sekitar 1,3% dari luas bumi. Dalam dunia tumbuhan, flora di wilayah Indonesia termasuk bagian dari flora dari Malesiana yang diperkirakan memiliki sekitar 25% dari spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia yang menempati urutan negara terbesar ketujuh dengan jumlah spesies mencapai spesies, 40%-nya merupakan tumbuhan endemik atau asli Indonesia. Negara Indonesia termasuk negara dengan tingkat keterancaman dan kepunahan spesies tumbuhan tertinggi di dunia. Saat ini tercatat sekitar 240 spesies tanaman dinyatakan langka, diantaranya banyak yang merupakan spesies tanaman budidaya. Selain itu, sekitar 36 spesies pohon di Indonesia dinyatakan terancam punah, termasuk kayu ulin di Kalimantan Selatan, sawo kecik di Jawa Timur, Bali Barat, dan Sumbawa, kayu hitam di Sulawesi, dan kayu pandak di Jawa serta ada sekitar 58 spesies tumbuhan yang berstatus dilindungi. Keywords keanekaragaman hayati flora, megabiodiversitas, tingkat kepunahan, tumbuhan dilindungi, tumbuhan langka Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Available online at Vol. 5No. 2 Desember 2015 187-198 e-ISSN 2460-5824 doi 187 KEANEKARAGAMAN HAYATI FLORA DI INDONESIA The Biodiversity of Flora in Indonesia Cecep Kusmanaa, Agus Hikmatb aDepartemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 ― ckusmana b Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 Abstract. Indonesia merupakan negara kepuluauan seluas sekitar 9 juta km2 yang terletak diantara dua samudra dan dua benua dengan jumlah pulau sekitar buah yang panjang garis pantainya sekitar km. Kondisi geografis tersebut menyebabkan negara Indonesia menjadi suatu negara megabiodiversitas walaupun luasnya hanya sekitar 1,3% dari luas bumi. Dalam dunia tumbuhan, flora di wilayah Indonesia termasuk bagian dari flora dari Malesiana yang diperkirakan memiliki sekitar 25% dari spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia yang menempati urutan negara terbesar ketujuh dengan jumlah spesies mencapai spesies, 40%-nya merupakan tumbuhan endemik atau asli Indonesia. Negara Indonesia termasuk negara dengan tingkat keterancaman dan kepunahan spesies tumbuhan tertinggi di dunia. Saat ini tercatat sekitar 240 spesies tanaman dinyatakan langka, diantaranya banyak yang merupakan spesies tanaman budidaya. Selain itu, sekitar 36 spesies pohon di Indonesia dinyatakan terancam punah, termasuk kayu ulin di Kalimantan Selatan, sawo kecik di Jawa Timur, Bali Barat, dan Sumbawa, kayu hitam di Sulawesi, dan kayu pandak di Jawa serta ada sekitar 58 spesies tumbuhan yang berstatus dilindungi. Keywords keanekaragaman hayati flora, megabiodiversitas, tingkat kepunahan, tumbuhan dilindungi, tumbuhan langka Diterima 09-10-2015; Disetujui 03-11-20151. Pengertian Istilah Istilah flora diartikan sebagai samua jenis tumbuhan yang tumbuh di suatu daerah tertentu. Apabila istilah flora ini dikaitkan dengan life-form bentuk hidup/habitus tumbuhan, maka akan muncul berbagai istilah seperti flora pohon flora berbentuk pohon, flora semak belukar, flora rumput, dsb. Apabila istilah flora ini dikaitkan dengan nama tempat, maka akan muncul istilah-istilah seperti Flora Jawa, Flora Gunung Halimun, dan sebagainya. Sesuai dengan kondisi lingkungannya, flora di suatu tempat dapat terdiri dari beragam jenis yang masing-masing dapat terdiri dari beragam variasi gen yang hidup di beberapa tipe habitat tempat hidup. Oleh karena itu, muncullah istilah keanekaragaman flora yang mencakup makna keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik dari jenis, dan keanekaragaman habitat dimana jenis-jenis flora tersebut tumbuh. Dalam tulisan ini penulis hanya akan menyampaikan sekilas pandang mengenai keanekaragaman flora pada tingkatan jenis dan habitatnya di Indonesia. 2. Sejarah Singkat Persebaran Geografi Flora di Indonesia Pola persebaran flora di Indonesia sama dengan po-la persebaran faunanya yang berpangkal pada sejarah pembentukan daratan kepulauan Indonesia pada masa zaman es. Pada awal masa zaman es, wilayah bagian barat Indonesia Dataran Sunda Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan menyatu dengan benua Asia, se-dangkan wilayah bagian timur Indonesia Dataran Sahul menyatu dengan benua Australia. Dengan demikian, wilayah Indonesia merupakan daerah migrasi fauna dan flora antar kedua benua tersebut. Selanjutnya, pada akhir zaman es, dimana suhu per-mukaan bumi meningkat, permukaan air lautpun naik kembali, sehingga Pulau Jawa terpisah dari benua Asia, Kalimantan, dan Sumatera. Begitu pula pulau-pulau lainnya saling terpisah satu sama lain. Hasil penelitian biogeografi hewan oleh Wallace menunjukkan bahwa jenis-jenis hewan yang hidup di wilayah bagian barat Indonesia berbeda dengan jenis-jenis hewan di wilayah bagian timur Indonesia, ba-tasnya kira-kira dari Selat Lombok ke Selat Makassar. Garis batas ini dikenal dengan Garis Wallace. Selain Wallace, peneliti berkebangsaan Jerman, Weber, mengadakan penelitian tentang biogeografi fauna di Indonesia, yang hasilnya mencetuskan Garis Weber yang menetapkan batas penyebaran hewan dari benua Australia ke wilayah bagian timur Indonesia. Berdasarkan hasil proses pembentukan daratan wilayah Indonesia serta hasil penelitian Wallace dan Weber, maka secara geologis, persebaran flora begitu pula fauna di Indonesia dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu 1. Flora Dataran Sunda yang meliputi Jawa, Su-matera, Kalimantan, dan Bali. Flora di pulau-pulau tersebut berada di bawah pengaruh flora Asia ka-rena ciri-cirinya mirip dengan ciri-ciri flora benua e-ISSN 2460-5824 JPSL Vol. 5 2 187-198 188 Asia, disebut juga flora Asiatis yang didominasi oleh jenis tumbuhan berhabitus pohon dari suku Dipterocarpaceae. 2. Flora Dataran Sahul yang meliputi Papua dan pu-lau-pulau kecil di sekitarnya. Flora di pulau-pulau tersebut berada di bawah pengaruh benua Australia, biasa disebut flora Australis yang didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan berhabitus pohon dari suku Araucariaceae dan Myrtaceae. 3. Flora Daerah Peralihan Daerah Wallace yang meliputi Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara yang berada di bawah pengaruh benua Asia dan Australia, yang mana jenis tumbuhan berhabitus pohonnya didominasi oleh jenis dari suku Arau-cariaceae, Myrtaceae, dan Verbenaceae. Dalam dunia tumbuhan, flora di wilayah Indonesia merupakan bagian dari flora Malesiana. Ditinjau dari wilayah biogeografi, setidaknyaterdapat tujuh wilayah biogeografi utama Indonesia yang menjadi wilayah penyebaran berbagai spesies tumbuhan, yaitu Sumatra, Jawa dan Bali, Kalimantan, Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya BAPPENAS 1993.Berdasarkan tingkat kekayaan relatif dan keendemikan spesies tumbuhan, maka Irian Jaya Pa-pua menempati posisi paling tinggi dibandingkan dengan wilayah biogeografi lainnya, diikuti Kaliman-tan dan Sumatera Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan kekayaan spesies dan keaslian endemisme spesies tumbuhan di tujuh wilayah biogeografi Indonesia Persentase spesies endemik Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Sunda Kecil Maluku Irian Jaya Papua 820 630 900 520 150 380 1030 Sumber FAO/MacKinnon 1981 Berdasarkan habitatnya, penyebaran tersebut selain di kawasan budidaya sebagian besar terdapat di dalam kawasan hutan. Untuk tumbuhan obat misalnya, sekitar 42% terdapat di hutan hujan tropika dataran rendah, 18% di hutan musim, 4% di hutan pantai dan 3% di hutan mangrove. Untuk jenis paku-pakuan, tercatat penyebarannya di Sumatera sebanyak 500 spesies, Kalimantan spesies, Jawa-Bali/NTB/NTT 500 spesies, Sulawesi 500 spesies, Kepulauan Maluku 690 spesies dan Papua spesies. Perkiraan jumlah spesies di setiap wilayah penyebaran tersebut boleh jadi ada tumpang tindih antara satu pulau dengan lainnya, namun ada juga spesies endemik Kato dalam Santosa 1996. 3. Sumberdaya Flora di Indonesia Keanekaragaman Spesies Flora Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan tropis antara dua benua Asia dan Australia dan dua Samudera Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yang terdiri atas sekitar pulau dengan panjang garis pantai sekitar km. Wilayah Indonesia luasnya sekitar 9 juta km2 2 juta km2 daratan, dan 7 juta km2 lautan. Luas wilayah Indonesia ini hanya sekitar 1,3% dari luas bumi, namun mempunyai tingkat keberagaman kehidupan yang sangat tinggi. Untuk tumbuhan, Indonesia diperkirakan memiliki 25% dari spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia atau merupakan urutan negara terbesar ketujuh dengan jumlah spesies mencapai spesies, 40% merupakan tumbuhan endemik atau asli Indonesia. Famili tumbuhan yang memiliki anggota spesies paling banyak adalah Orchidaceae anggrek-anggrekan yakni mencapai spesies. Untuk jenis tumbuhan berkayu, famili Dipterocarpaceae memiliki 386 spesies, anggota famili Myrtaceae Eugenia dan Moraceae Ficus sebanyak 500 spesies dan anggota famili Ericaceae sebanyak 737 spesies, termasuk 287 spesies Rhododendrom dan 239 spesies Naccinium Whitemore 1985 dalam Santoso 1996. Kartawinata 2005 melaporkan beberapa hasil studi mengenai keragaman jenis tumbuhan pada berbagai tipe vegetasi/hutan di beberapa pulau utama Indonesia seperti tertera pada Tabel jenis tumbuhan pada berbagai tipe vegetasi/hutan di beberapa pulau utama Indonesia Karrtawijaya et al. in Prep. Kartawinata unpublished Kartawinata et al. 1981 JPSL Vol. 5 2 187-198, Desember 2015 189 Purwaningsih & Amir 2001 Whitmore & Sidiyasa 1986 Purwaningsih & Yusuf 2005 Purwaningsih & Yusuf 2005 Purwaningsih & Yusuf 2005 Polosokan & Siregar 2001 Polosokan & Siregar 2001 Polosokan & Siregar 2001 Polosokan & Siregar 2001 e-ISSN 2460-5824 JPSL Vol. 5 2 187-198 190 Partomihardjo & Supardiyono 1993 Supiori 2-Flat ridge Mirmanto & Simbolon 1998 Mirmanto & Simbolon 1998 Mirmanto & Simbolon 1998 Mirmanto & Simbolon 1997 Mirmanto & Simbolon 1997 Mirmanto & Simbolon 1997 Mirmanto & Simbolon 1997 Gunung Gede-Pangrango JPSL Vol. 5 2 187-198, Desember 2015 191 Suhardjono & Wiriadinata 1984 Purwaningsih & Amir 2001 Purwaningsih & Amir 2001 Untuk jenis paku-pakuan, Indonesia juga tercatat memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi mencapai lebih 4000 spesies tersebar hampir di seluruh wilayah jenis rotan, tercatat ada sekitar 332 spesies terdiri dari 204 spesies dari genera Calamus, 86 spesies dari genera Daemonorps, 25 spesies dari genera Korthalsia, 7 spesies dari genera Ceratolobus, 4 spesies dari genera Plectocomia, 4 spesies dari genera Plectocomiopsis dan 2 spesies dari genera Myrialepsis. Selain itu banyak juga jenis-jenis keanekaragaman tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat di Indonesia. Menurut catatan WHO sekitar spesies tumbuhan dipergunakan oleh penduduk dunia sebagai obat. Zuhud & Haryanto 1994 mencatat ada sekitar spesies tumbuhan yang secara pasti diketahui berkhasiat obat. Indonesia juga tercatat sebagai salah satu pusat Vavilov yaitu pusat sebaran keanekaragaman genetik tumbuhan budidaya/pertanian untuk tanaman pisang Musa spp. pala Myristica fragrans, cengkeh Syzygium aromaticum, durian Durio spp. dan rambutan Nephelium spp. Hutan Indonesia juga diketahui memiliki keanekaragaman jenis pohon palem Arecaceae tertinggi di dunia, lebih dari 400 spesies 70% pohon meranti Dipterocarpaceae terbesar di dunia sebagai jenis kayu tropika primadona, dan memiliki 122 spesies bambu dari spesies bambu yang tumbuh di bumi. Tingginya kekayaan keanekaragaman tumbuhan tersebut juga ditunjukkan oleh kekayaan di hutan Kalimantan. Misalnya, dalam satu hektar dapat tumbuh lebih dari 150 spesies pohon yang berlainan, tercatat spesies pohon, serta memiliki 19 dari 27 spesies durian yang terdapat di kawasan Melanesia. Indonesia juga memiliki lebih dari 350 jenis rotan dan merupakan penghasil ¾ rotan dunia. Meskipun dari jumlah spesies tumbuhan, Indonesia tercatat sebagai negara dengan kekayaan tumbuhan yang tinggi, namun sayang potensi sumberdaya genetik yang terkandung di dalamnya belum diketahui semuanya. Hanya sebagian kecil spesies tumbuhan yang telah diketahui informasi sumberdaya genetiknya, terutama untuk jenis-jenis yang telah dikembangkan pemanfaatannya secara komersial. Status Kelangkaan Eksploitasi terhadap keanekaragaman hayati, penebangan liar, konversi kawasan hutan menjadi areal lain, perburuan dan perdagangan liar adalah beberapa faktor yang menyebabkan terancamnya keanekaragaman hayati. Untuk mendorong usaha penyelamatan sumberdaya alam yang ada, dan adanya realitas meningkatnya keterancaman dan kepunahan sumberdaya hayati, maka ditetapkan adanya status kelangkaan suatu spesies. Indonesia merupakan negara dengan tingkat keterancaman dan kepunahan spesies tumbuhan tertinggi di dunia dan merupakan hot-spot kepunahan satwa. Tercatat sekitar 240 spesies tanaman dinyatakan langka, diantaranya banyak yang merupakan spesies sedikit 52 spesies keluarga anggrek, 11 spesies rotan, 9 spesies bambu, 9 spesies pinang, 6 spesies durian, 4 spesies pala, dan 3 spesies mangga Mogea et al. 2001.Selain itu ada 44 spesies tanaman obat dikategorikan langka, seperti e-ISSN 2460-5824 JPSL Vol. 5 2 187-198 192 pulasari, kedawung, jambe, pasak bumi, gaharu, sanrego Rifai et al. 1992; Zuhud et al. 2001 Tabel 3. Dari catatan lain untuk dunia flora, juga diketahui sekitar 36 spesies kayu di Indonesia terancam punah, termasuk kayu ulin di Kalimantan Selatan, sawo kecik di Jawa Timur, Bali Barat dan Sumbawa, kayu hitam di Sulawesi, dan kayu pandak di Jawa. Pakis haji Cycas rumphii yang pernah populer sebagai tanaman hias kini sulit ditemukan di alam, demikian pula Pakis hias Ponia sylvestris, Anggrek jawa Phalaenopsis javanica dan sejenis rotan Ceratobulus glaucescens kini hanya tinggal beberapa batang di pantai selatan Jawa Barat. Bahkan Whitten 1994 dalam Suhirman et al.1994 menduga bahwa tiga spesies anggrek endemik Jawa telah punah, yaitu spesies Habenaria giriensis, Plocoglottis latifolia dan Zeuxine tjiampeana. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Tahun 1999 terdapat tidak kurang dari 58 spesies tumbuhan yang termasuk kedalam 6 famili termasuk kategori dilindungi, diantarannya yaitu keluarga talas-talasan miss. Amorphohalus titanum, palem Ceratolobus glaucencens, anggrek Phalaenopsis javanica, kantong semar Nephenthes spp., bunga patma Rafflesia spp dan meranti Shorea spp.. Daftar spesies tumbuhan yang dilindungi dapat dilihat pada Tabel spesies tumbuhan obat yang dikategorikan langka Sumber Rifai et al. 1992, Zuhud et al. 2001 Tabel 4. Spesies tumbuhan yang dilindungi Berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999 Amorphophallus decussilvae JPSL Vol. 5 2 187-198, Desember 2015 193 Borrassodendron borneensis Johanneste ijsmania altifrons Palem kipas Sumatera semua jenis dari genus Livistona Rafflesia, Bunga padma semua jenis dari genus Rafflesia Dendrobium ostrinoglossum Grammatophyllum speciosum Paphiopedilum chamberlainianum Paphiopedilum glaucophyllum Paraphalaenopsis laycockii Anggrek bulan Kaliman Tengah Paraphalaenopsis serpentilingua Anggrek bulan Kaliman Barat e-ISSN 2460-5824 JPSL Vol. 5 2 187-198 194 Kantong semar semua jenis dari genus Nephentes 4. Klasifikasi Ekosistem Kartawinata telah membuat bagan unit-unit ekosistem atau tipe-tipe ekosistem darat dan rawa yang ada di Indonesia. Tipe ekosistem dianggap unit-unit yang paling kecil dan dibentuk berdasarkan fisi-ognomi kenampakan struktur dan takson unit tak-sonomi yang khas atau dominan dari vegetasi yang dikombinasikan dengan faktor-faktor iklim dan ketinggian dari permukaan laut serta tanah. Faktor-faktor fisik lingkungan lainnya tidak dimasukkan ka-rena datanya kurang, lagipula perincian ekosistem dengan cirri-ciri vegetasi dan lingkungan dapat diang-gap cukup. Berdasarkan komposisi jenis masing-masing tipe ekosistem dapat saja terdiri dari unit-unit yang lebih kecil. Ekosistem hutan kerangas misalnya, mungkin tersusun dari unit komunitas Combretocar-pus-Dactylocladus dan Tristania-Cratoxylum. Menurut Klasifikasi Kartawinata 1976 ini, ada ti-ga tingkatan klasifikasi, yaitu Bioma, Subbioma, dan Tipe Ekosistem. Bioma dapat pula disebut sebuah ekosistem yang merupakan unit komunitas terbesar yang mudah dikenal dan terdiri atas formasi vegetasi dan hewan serta makhluk hidup lainnya, baik yang sudah mencapai fase klimaks maupun yang masih dalam fase perkembangan. Di Indonesia dapat dikenal beberapa bioma, yaitu a Hutan Hujan, b Hutan Musim, c Savana, dan d Padang Rumput. Unit-unit ekosistem ini masih terlalu besar untuk digunakan dengan maksud-maksud khusus, sehingga memer-lukan pembagian yang lebih kecil lagi. Pembagian Bioma menjadi Subbioma didasarkan pada keadaan iklim, misalnya untuk Hutan Hujan dibedakan antara Hutan Hujan Tanah Kering dan Hu-tan Hujan Tanah Rawa permanen atau musiman. Adapun pembagian tipe-tipe ekosistem sebagai unit yang paling kecil dibentuk berdasarkan struktur fisi-ognomi, faktor-faktor iklim, ketinggian dari per-mukaan laut, dan jenis tanah. Khusus untuk flora pegunungan, van Steenis pada tahun 1972 dalam bukunya yang berjudul The Mountain Flora ofJava mengemukakan batas-batas orografik dari flora pegunungan Malesia seperti tertera pada Tabel 6. JPSL Vol. 5 2 187-198, Desember 2015 195 Tabel 5. Satuan-satuan ekosistem di Indonesia berdasarkan struktur fisiognomi, faktor-faktor iklim, ketinggian dari permukaan laut, dan jenis tanah Kartawinata 1976 Selalu basah sampai kering tipe D-F; curah hujan per tahun 700-2900 19 Hutan musim gugur daun mediteran merah kuning, renzina regosol, litosol Protium javanicum, Tectona grandis, Swietenia macrophylla, Pterocarpus, Garuga floribunda, Eucalyptus, Acacia cophioea, dsb. 20 Hutan musim selalu hijau Dryever green mediteran merah kuning, renzina regosol, litosol Schleicera oleaosa, Schoutenia ovata, Tamarindus indica, Albizia chinensis, dsb. Selalu basah sampai Sangat kering tengah tahun; Q=0-300 tipe A-F; cu-rah hujan per tahun 700-7100 21 Sabana pohon dan palma mediteran merah kuning, renzina regosol, litosol Borassus, Corypha, Acacia, Eucalyptus, Casua-rina/Themeda, Heterophagon, dsb. andosol, rego-sol, litosol Casuarina/Themeda, Pennistum, dsb. Selalu basah sampai Sangat kering tengah tahun; Q=0-300 tipe A-F; cu-rah hujan per tahun 700-7100 5. Padang rumput iklim basah 23 Padang rumput tanah rendah podsolik merah kuning, latosol, litosol Imperata cilíndrica, Saccharum spontaneum, Themeda vilosa, dsb. 24 Rawa rumput dan terna tanah rendah Panicum stangineum, Phragintes karka, Scirpus, Cyperus, Cladium, Fimbristylis, Eguisetum, Monochoria, Ischaemum, Eichornia crassipes, dsb. 25 Padang rumput pegunungan andosol, rego-sol, litosol Festuca, Agrostis, Themeda, Cymbopogon, Is-cheum, Imperata cylindrica, dsb. 26 Padang rumput berawa gunung Pragmites karka, Panicum, Machelina, Schipus, Cares, dsb. Deschamsia, Pesluca, Manostachya, Aulacole-pis, Oreobolus, Scirpus, Potentilia, Ranyneolus, JPSL Vol. 5 2 187-198, Desember 2015 197 28 Komunitas dan lumut kerak Lumut-lumut kerak, Agrastis, dsb. 6. Padang rumput iklim kering 29 Padang rumput iklim kering mediteran merah kuning, regosol, litosol, renzina Themedia, Heteropogon, dsb. e-ISSN 2460-5824 JPSL Vol. 5 2 187-198 198 Tabel 6. Batas-batas orografik dari flora pegunungan Malesia ZONA LITORAL lamun dan alga BARRINGTONIA & GUMUK PASIR Hutan tertutup berbatang pohon tinggi dan miskin akan lumut Hutan tertutup berbatang pohon tinggi di atas elevasi 2000 m, den-gan diameter batang yang bertam-bah kecil dan lumut yang bertambah banyak Hutan rapat rendah dengan pohon-pohon tinggi, menyendiri, sering berlumut, atau terdapat konifera Semak-semak rendah menyendiri atau berupa rumput atau konifera GURUN BATU Dengan lumut, lumut kerak dan beberapa Fanerogam, terutama rumput dan teki VEGETASI TERNA ALPIN ALAMI Daftar Pustaka [1] Abdulhadi R, Kartawinata K, Sukardjo S. 1981. Effect on mechanized logging in the lowland dipterocarp forest at Lempake, East Kalimantan. Malaysian Forester 44 407-418. [2] Abdulhadi R, Mirmanto E, Kartawinata K. 1987. A lowland dipterocarp forest in Sekundur, North Sumatra, Indonesia five years after mechanized logging. Pp. 255-237 in Kostermans, AJGH. 9Ed. Proceedings of the Third Round Table Conference on Dipterocarps. UNESCO/ROSTSEA, Jakarta. [3] Abdulhadi R, Mirmanto E, Yusuf R. 1989. Struktur dan komposisi petak hutan Dipterocarpaceae di Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser. Ekologi Indonesia 129-36. [4] Abdulhadi R, Yusuf R, Kartawinata K. 1991. A riverine tropical rain forest in Ketambe, Gunung Leuser National Park, Sumatra, Indonesia. In Soerianegara I, Tjitrosomo SS, Umaly RC, Umboh I. Eds.. 1991. Proceeding of the fourth round-table conference on dipterocarpus. BIOTROP Special Publication No. 41 247-255. [5] Abdulhadi R, Srijanto A, Kartawinata K. 1998. Composition, structure, and changes in a montane rain forest at the Cibodas Biosphere Reserve, West Java, Indonesia. Pp. 601-612 in Dallmeier F and Comiskey JA Eds.. 1998. Forest biodiversity research, monitoring, and modeling. Conceptual background and Old World case studies. Man and the Biosphere Series Vol. 20, UNESCO, Paris. [6] Abdulhadi. 1992. Floristic change in a sub-tropical rain forest succession. Reinwardita 11 13-23. [7] Anderson JAR. 1976. Observation on the ecology of five peat swamp forest in Sumatera and Kalimantan. In Proceedings ATA 106 Midterm Seminar on Peat and Podzolic Soils and their Potential for Agriculture in Indonesia. Soil Research Institute, Bogor. [8] [BAPPENAS] Badan Perencana Pembangunan Biodiversity Action Plan for Indonesia. Jakarta BAPPENAS. [9] Bratawinata AA. 1986. Bestandesgliederung eines bergenwaldes in Ostkalimantan/Indonesien nach floristischen undstrukturellen Markmalen [Disertasi]. Georg-Augus-Universitat Gottingen, Germany. [10] Kartawinata K, Abdulhadi R, Partomihardjo T. 1981. Composition and structure of a lowland dipterocarp forest at Wanariset, East Kalimantan. Malaysian Forester 44 397-406. [11] Kartawinata K, Afriastini JJ, Heriyanto M, Samsoedin I. 2004. A tree species inventory in the Batang Gadis National Park, North Sumatra, Indonesia. Reinwardtia 12 2004. [12] Kartawinata K. 2005. Six decades of natural vegetation studies in Indonesia. Hal. 95-140 dalam Soemodihardjo S dan Sastrapradja Ed., Six Decades of Science and Scientist in Indonesia. Naturindo, Bogor. [13] Mansur M, Wardi. 2004. Penelitian ekologi tumbuhan di sekitar G. Wani, SMS Buton Utara, Sulawesi Tenggara. Lap. Teknik. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. JPSL Vol. 5 2 187-198, Desember 2015 199 [14] Mansur M. 2003. Analisis vegetasi hutan di Desa Salua dan Kaduwaa Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. 41 1-7. [15] Mirmanto E, Simbolon. H. 1998. Vegetation analysis of Citorek forest, Gunung Halimun National Park 41-59. In Simbolon H, M Yoneda, Sugardjito J. Eds. Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia, vol. IV – Gunung Halimun the Last Submontane Tropical Forest in West Java. LIPI, JICA, & PHPA, Bogor. [16] Mogea JP, Gandawidjaja D, Wiriadinata H, Nasution RE, Irawati. 2001. Tumbuhan Langka Indonesia. Herbarium Bogoriense P3 Biologi-LIPI, Bogor. [17] Partomihardjo T. 1991. Analisis vegetasi hutan sekitar Air Garam, Jayawijaya. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hayati 1990/1991. Puslitbang Biologi, LIPI, Bogor. [18] Partomihardjo T, Supardiyono. 1993. Penelaahan ekologi kawasan hutanWanduga dan Jalur Wamens-Tengon Km 65, Jayawijaya, Irian Jaya 234-240. In Adikehrana, AS Waluyo EB, Yulistiono H Eds.. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hayat. Puslitbang Biologi, LIPI, Bogor, 4 Juni 1993. [19] Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999. Tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. [20] Rahayoe. 1996. Fisiognomi dan keanekaragaman jenis tumbuhan di Taman Nasional Gunung Halimun 1-9. In Arief AJ, et al. Eds.. Laporan Teknik Proyek Penelitian, Pengembangan dan Pendayagunaan Biota Darat Tahun 1995/1996. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI, Bogor. [21] Rifai MA, Rugayah, Widjaja EA Eds.. 1992. Tiga Puluh Tumbuhan Obat Langka Indonesia. Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia, Bogor. [22] Riswan S. 1987. Structure and floristic composition of a mixed dipterocarp forest at Lempake, East Kalimantan. Pp. 435-457 in Kostermans AJGH Ed.. 1987. Proceedings of the third-round table conference on dipterocarps. UNESCO, Jakarta. [23] Sidiyasa K. 1995. Structure and composition of ulin Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn. forest in West Kalimantan. Wanatrop 82 1-11. [24] Sist P, Saridan A. 1999. Stand structure and floristic composition of primary lowland dipterocarp forest in East Kalimantan. J. Trop. For. Sci. 11 704-722. [25] Van Steenis CGGJ, Hamzah A, Toha M. 1972. Mountain Flora of Java. E. J. De Brill, Leiden. [26] Whitemore TC, Sidiyasa K. 1986. Composition and structure of a lowland rain forest at Toraut, Northern Sulawesi. Kew Bull 41 747-756. [27] Whitemore TC, Sidiyasa K, Whitmore TJ. 1987. Tree species enumeration of hectare on Halmahera. Gardens Bulletin Singapore 4031-34. [28] Wielke P, Argent G, Cambell E, Saridan A. 2004. The diversity of 15 ha of lowland mixed dipterocarp forest, Central Kalimantan, Indonesia. Hydrology and Conservation 13 695-708. [29] Yamada I. 1975. Forest ecological studies of the montane forest of Mt. Pangrango, West Java. I. Stratification and floristic composition of the montane rain forest near Cibodas. The Southeast Asian Studies 13 402-426. [30] Yamada. 1976. Forest ecological studies of the montane forest of Mt. Pangrango, West Java. II. Stratification and floristic composition of the forest vegetation of the higher part of Mt. Pangrango. The Southeast Asian Studies 13 513-534. [31] Yamada I. 1977. Forest ecological studies of the montane forest of Mt. Pangrango, West Java. IV. Floristic along the altitude. The Southeast Asian Studies 15 226-254. [32] Zuhud EAM, Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. ... Indonesia is the largest archipelagic country in the world. The total area of Indonesia is 5,180,053 km 2 [1]. Indonesia is the largest archipelagic country in the world. ...... Indonesia is the largest archipelagic country in the world. The total area of Indonesia is 5,180,053 km 2 [1]. Indonesia is also one of the largest populations in the world. ...... Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversity di dunia Kusmana & Hikmat 2015;IBSAP 2016, termasuk floranya. Pada kondisi semakin berkurangnya luasan hutan dan upaya konservasi belum optimal, keanekaragaman flora diprediksi mengalami degradasi dengan laju cukup cepat. ...... Ada beberapa faktor yang menyebabkan jenis tumbuhan hanya tumbuh di suatu daerah tertentu, di antaranya faktor edafik, klimatik, dan genetik Posa et al. 58 2011. Sebagai contoh, ekosistem pada tanah kering biasanya mendukung keberadaan tumbuhan jenis asli dan langka dari marga Eusideroxylon, Diospyros, Manilkara dan Gonystylus Kusmana & Hikmat 2015. ... Marfuah WardaniNur Muhammad HeriyantoPenelitian autekologi Gonystylus macrophyllus dan G. velutinus telah dilakukan di kelompok hutan Sungai Lipai-Sungai Pelalawan, Riau pada bulan April 2019. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman, struktur tegakan, regenerasi, dan asosiasi pohon G. macrophyllus dan G. velutinus di kelompok hutan Sungai Lipai-Sungai Pelalawan, Riau. Pengumpulan data menggunakan plot bujur sangkar ukuran 100 x 100m 1 ha, dibagi menjadi 25 sub plot ukuran 20 x 20m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa G. macrophyllus dan G. velutinus dijumpai pada ketinggian antara 200 – 240 m dpl., di lereng bukit dengan topografi agak curam pada >10%, dan berkelompok. Komposisi vegetasi di sekitar pohon Gonystylus spp. yaitu pelajau Pentaspadon motleyii INP= 21,2%, rambutan hutan Nephelium lappaceum L. INP= 12,66% dan petatal Ochanostahys amentacea Mast. INP= 11,42%. Jenis yang berasosiasi paling kuat dengan G. macrophyllus dan G. velutinus adalah Pentaspadon motleyii, yang ditunjukkan oleh indeks Ochiai sebesar 0,63; diikuti Gironiera subaequalis Planch. indeks Ochiai 0,55 dan jenis Trigoniastrum hypoleucum Miq. indeks Ochiai 0,51. Regenerasi alami G. macrophyllus dan G. velutinus di lokasi penelitian tidak normal dimana tingkat semai tidak dijumpai, tingkat belta/pancang lebih besar dari pohon, dan keberadaan jenis ini sulit dijumpai di hutan.... Indonesia selain terkenal dengan ragam adat dan budaya juga terkenal dengan ragam spesies flora. Jumlah spesies tumbuhan berbunga di Indonesia menyusun 25% dari total tumbuhan berbunga di dunia dan sebagian besar merupakan spesies endemik Indonesia Kusmana & Hikmat, 2015. Tumbuhan memiliki manfaat beragam bagi kehidupan manusia seperti sumber bahan pangan, sandang, bangunan, kerajinan serta sebagai bahan pengobatan. ... Uni HusnudinNurul Avidhah ElhanyProgram ini bertujuan memupuk keterampilan pada ibu rumah tangga di Desa Talkandang Kecamatan Situbondo untuk mengolah rempah jahe dan temulawak menjadi instan yang merupakan produk jamu yang lebih praktis. Kegiatan ini akan dilaksanan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan dengan melibatkan dosen, mahasiswa dan ibu rumah tangga warga Desa Talkandang. Sasaran utama kegiatan ini yaitu ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan. Langkah pertama yang dilakukan yaitu sosialisasi rencana kegiatan. Langkah selanjutnya yaitu proses pelatihan dan pendampingan dalam pembuatan produk jamu instan hingga menjadi produk kemasan. Setelah program terlaksana diharapkan dapat mencapai salah satu tujuan program yaitu para peserta pelatihan bisa memproduksi jamu instan dalam skala rumah tangga dan dapat memasarkan produk jamu instan sehingga membantu menaikkan perekonomian ibu-ibu rumah tangga di Desa Talkandang Kecamatan Situbondo. Kata Kunci Pelatihan, jahe, temulawak, jamu instan... SWOT analysis of natural orchid conservation strategies was used to analyze the conservation strategy of natural orchids in the KEHATI AQUA Park, Wonosobo. This analysis is used as the basis for formulating natural orchid conservation strategies [11] [13][14][15]. SWOT analysis is the systematic identification of various factors to formulate strategies. ...Oktomarios DapalaSuwadji Siman Nanda Satya NugrahaThis study aims to determine the diversity of natural orchids and to design a strategy for preserving natural orchids in the KEHATI AQUA Park, Wonosobo. The data sought in this study were the type, number, diversity of orchids, and questionnaire respondent data. The results showed that there were three types of natural orchids in KEHATI AQUA Wonosobo Park, namely Dendrobium crumenatum, Eria retusa, and Liparis sp. Overall, the total number of orchids found was 487 individuals. The three types of orchids found were epiphytic orchids found on 6 types of host trees. Based on the questionnaire respondents' data which was carried out by a SWOT analysis, there were several strategies designed, namely optimizing the land for orchid conservation, utilizing existing facilities in cultivation green house , increasing the types of orchids to be cultivated and caring for and maintaining existing vegetation for orchid host trees, making policies aimed at preserving orchids and establishing cooperation with the orchid conservation community. The conclusion of this study is that there are 3 types of natural orchids in KEHATI AQUA Wonosobo Park, namely Dendrobium crumenatum with an INP value of Eria Retusa with an INP value of and Liparis sp with an INP value of a diversity index value of an evenness index value of and the species richness index value of and the alternative strategy used in the conservation of natural orchids in the KEHATI AQUA Park Wonosobo is the SO strategy or a strategy that is made to take advantage of all strengths to seize and take advantage of opportunities as much as possible.... Indonesia tercatat sebagai negara dengan kekayaan tumbuhan yang tinggi, namun sayang potensi sumberdaya genetik yang terkandung di dalamnya belum diketahui semuanya. Hanya sebagian kecil spesies tumbuhan yang telah diketahui informasi sumber daya genetiknya, terutama untuk jenis-jenis yang telah dikembangkan pemanfaatannya secara komersial. "Cecep Kusmana, Agus Hikmat. 2015" Eksploitasi terhadap keanekaragaman hayati, penebangan liar, konversi kawasan hutan menjadi area lain, perburuan dan perdagangan liar merupakan beberapa faktor yang menyebabkan terancamnya keanekaragaman hayati. Usaha yang dapat mendorong penyelamatan sumber daya alam yang ada, dan adanya realitas meningkatnya keterancaman dan kepunahan ...Azis Abdul MalikJoko Prayudha SRirin Anggreany Ahmad WalidABSTRAK Taman nasional merupakan salah satu kawasan konservasi terbaik untuk menyaksikan keindahan fenomena alam terutama untuk flora dan fauna endemik, langka dan dilindungi Kementerian Kehutanan, 2003 sehingga keberadaan taman nasional memiliki arti yang sangat strategis dan penting dalam keanekaragaman hayati tari peles. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Oleh UNESCO, taman nasional ini ditetapkan sebagai Klaster Situs Warisan. Pegunungan Hutan Hujan Tropis Sumatera Pegunungan Hutan Hujan Tropis Warisan Situs Klaster Sumatera bersama dengan Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Gunung Leuser. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2020 di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan TNBBS, Kabupaten Bintuhan, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keanekaragaman hayati flora dan fauna Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, khususnya di kawasan taman nasional yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak jenis flora dan fauna yang memiliki keanekaragaman jenis, ditemukan jenis mamalia dan jenis burung, serta tumbuhan di kawasan TNBBS. Kata Kunci Keanekaragaman Hayati, Flora dan Fauna, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. ABSTRACT The national park is one of the best conservation areas to witness the beauty of natural phenomena, especially to witness endemic, rare and protected flora and fauna Ministry of Forestry, 2003, so that the existence of a national park has a very strategic meaning. and important in the biodiversity peles dance. Bukit Barisan Selatan National Park has a very rich biodiversity. By UNESCO, this national park was designated a Cluster Heritage Site. Sumatra Tropical Rainforest Mountains Mountainous Tropical Rainforest Herritage of Sumatra Cluster Site along with Kerinci Seblat National Park and Gunung Leuser National Park. This study was conducted in April to May 2020 in the Bukit Barisan Selatan National Park TNBBS, Bintuhan District, Kaur District, Bengkulu Province. This study aims to obtain information about the biodiversity of flora and fauna of the Bukit Barisan Selatan National Park, especially in the national park area which has a variety of flora and fauna. The results showed that there were many species of flora and fauna that had a diversity of species, found species of mammals and species of birds, and plants in the TNBBS area. Keywords Biodiversity, Flora and Fauna, Bukit Barisan Selatan National Park.... Konsep tersebut telah berkembang dihampir semua negara, walaupun masih terdapat perbedaan yang signifikan dalam penerapannya antara negara berkembang dengan negara maju. Salah satu potensi yang dimiliki oleh negara tropis seperti Indonesiaa dalah keragaman hayati flora dan fauna Cecep & Agus, 2015 yang dapat dimanfaatkan sebagai agen pengendali hama, seperti keberadaan musuh alami baik predator maupun parasitoid. ...M Sarjan Stella TheiHery HaryantoMery WindarningsihInterventions in the use of technology to farmers as an alternative in Pest Management in potato cultivation are highly expected by farmers in the Sembalun area. Therefore, it is worth trying its utilization on potato crops to control important pests that attack. The method used in this activity is the Action Research Method by applying the Participatory Action Program approach from participants through discussions, and group work on all activities. The results of the group discussion showed that the group members had largely not recognized the types and functions of natural enemies in Potato Pest Management. After joint observations accompanied by the team, participants actually knew the types of natural enemies, both predators, and parasitoids, but they did not know the role of natural enemies in the agroecosystem. After finishing the meeting, the group realized the importance of maintaining the presence of natural enemies of pests in the potato agroecosystem so that the use of pesticides, which had been the main control technique for pests, could be reduced. Thus, it is hoped that the potato farming business in Sembalun will increase profits and produce environmentally friendly productsBACKGROUND Indonesia with its tropical rainforest and its endemic flora, namely, Laportea decumana Robx Wedd. which is used as a traditional medicine. If we want to adopt it in complementary of nursing therapy as herbal medicine, it must be proven on an evidence-based. METHODS The design in this study was a literature review article. Search for articles using relevant ones obtained from data based on Pubmed, Proquest, Ebsco, ScienceDirect, and Google Scholar in the span of the past 10 years 2011–2021 obtained 248 articles. RESULTS There are seven articles that are relevant and discuss their content and use in the health. CONCLUSION L. decumana is found in Indonesia as well as in Papua New Guinea. L. decumana Robx Wedd. contains alkaloids, glycosides, steroids/triterpenoids, flavonoids, tannins, and saponins which have proven their antioxidant, antibacterial, analgesic, and cytotoxic Widianingsih NanuruLestari Dewi Prajogo WibowoBackground Pain is an unpleasant emotional experience that illustrates ongoing tissue damage. Excessive use of non-steroidal anti-inflammatory drugs can cause peptic ulcer to gastric mucosal damage and perforation. Indonesia contains the largest area of mangrove forest in the world. There are 45 species of mangrove found and one of them is Asiatic Mangrove Rhizophora mucronata. This type is easy to find and rich of alkaloids and flavonoids which can be used as analgesics. Method This study used post-test only control group design. The number of mice that used was 25 mice, divided into 5 groups. Which were given different therapies aquadest 10mL/KgBW, acetosal 150 mg/KgBW, extract of Rhizophora mucronata 250 mg/KgBW, 500 mg/KgBW, and 1000 mg/kg bw. The pain was induced by 0,7% glacial acetic acid at a dose of 10 mL/KgBW. The writhes of the mice was being calculated with an interval of 10 minutes in 30 minutes. Result The results of the analysis showed the decrease in writhes of mice in acetosal group dose 150 mg/kg bw, Rhizophora mucronata leaves extract dose 250 mg/kg bw, 500 mg/kg bw, and 1000 mg/kg bw. There was a significant difference in the results of the Mann-Whitney U test with pAbdul Haris SetiawanRyo TakaokaAgusti Tamrin Lilis TrianingsihThis study aims to support developing research in designing a vocational lesson and learning model for civil engineering education study program by examining students’ collaborative skills toward construction drawing skills as a substantial skill in civil engineering. This study investigated student performance for proposing collaborative learning approaches to improve student skills as needed by industry. It is an ex-post-facto study using 130 samples from several vocational high schools in Indonesia with descriptive statistics and regression for the data analysis. The results show that the collaborative skill is in a fair category of and the construction drawing skill is in a good category of on a 100 scale. There is a significant and positive influence of collaborative skill X toward construction drawing skill Y with a linear regression model Ŷ = + Furthermore, it presented a correlation coefficient of a determination coefficient R 2 of and an adjusted R 2 of where it can be concluded that the collaborative skill variable X as a predictor in the regression model includes the moderate category, which gives a 41% contribution in explaining the variants of the construction drawing skill Y as the dependent variable. It needs special attention to the specific behavioral details of the collaborative skill. The future work is needed to improve collaborative skills that emphasize prioritizing collaboration between peers and learning ini bertujuan untuk memformulasikan alternatif strategi pengembangan yang tepat untuk Kebun Raya Baturraden. Strategi tersebut dapat memudahkan unit pengelola untuk pengembangan Kebun Raya Baturraden lebih baik lagi. Data primer diperoleh melalui wawancara dan kuisioner. Kebun Raya Baturraden sebagai wahana lingkungan memiliki fungsi konservasi dan wisata. Perkembangan fungsi konservasi Kebun Raya Baturraden ditandai dengan terus bertambahnya koleksi tanaman dari waktu ke waktu. Informasi yang didapat bahwa mulai tahun 2014 pengelolaan Kebun Raya Baturraden dan Tahura KGPAA Mangkunagoro I dipisah melalui Pergub No 20 Tahun 2014. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan pandangan masyarakat bahwa untuk mengembangkan potensi wisata kebun raya, kebun raya sebaiknya melakukan diversifikasi kegiatan, khususnya wisata edukasi. Wisata edukasi yang dikemas secara menarik adalah salah satu faktor yang dapat membuat pengunjung puas dan ingin berkunjung paper presents the structure and species composition of the primary lowland dipterocarp forest in Berau, East Kalimantan, Indonesia. This study was based on three undisturbed forest plots, 4 ha each, totalling 12 ha, where 93% of the trees dbh ≥ 10 cm were identified at the taxa level. The density, basal area and standing volume were on average and respectively 521 trees ha-1, 31 m2 ha-1 and 383 m3 ha-1. The dipterocarps represented about 25% of the tree population, 50% of the basal area and 60% of the standing volume. In primary forest 538 different taxa were recognised representing a mean of 182 tree species per ha. The families Dipterocarpaceae and Euphorbiaceae were the main important taxa in both density and number of species 61 species each. The structure of the forest of Berau is very similar to that of Sabah or other parts of Northern Borneo. However, the main characteristic of this forest is its remarkable richness in dipterocarps, in comparison with the northern parts of Borneo, which exhibits in mean 29 species ha-1 and 61 species for the 12 ha surveyed. The forests of Sabah are mainly dominated by light-demanding dipterocarp species such as Parashorea spp. and Dryobalanops spp. This could result from important canopy disturbances caused by climatic events like long period of drought or cyclone. The high species richness of the Berau forest may be linked to a longer stability and a relative constancy of the climate in the region. The hypothesis of a possible impact of drought events on the forest dynamics and consequently on species distribution and richness in Borneo is discussed. However, it is stressed that the lack of data for Kalimantan is undoubtedly an handicap for the analysis of phytogeographical variations within the region. In the study area, the first record for Indonesia of the two dipterocarps species Shorea leptoderma Meijer and Shorea symingtonii Wood demonstrates that our knowledge of the flora of Kalimantan is still to be hectares of primary forest in Central Kalimantan were enumerated and all trees 10 cm dbh tagged and identified to species as far as possible. Tree density, relative abundance of families and species diversity were calculated, as was a mean additive species/area curve for 1 ha and a species/area curve for all 15 ha. The Jaccard index of similarity was also calculated for the 15 plots. The 15 ha enumerated contain 8771 trees with a dbh of 10 cm, belonging to 1298 morphospecies in 56 families. On average a single plot had 583 trees and 205 species. These figures are within the upper range of species diversity for the Malesian region as a whole. Dipterocarpaceae make up 14% of all trees in the plots, closely followed by Euphorbiaceae with 13%. A surprisingly low coefficient of similarity is found between the plots, the lowest being 3% and the highest 30%. Species/area curve construction showed that the asymptote is not reached in any of the 1 ha plots or when the 15 plots are added C. WhitmoreK. SidiyasaA lowland rain forest plot in Sulawesi is compared with similarly documented plots in other parts of the change in a sub-tropical rain forest successionAbdulhadiAbdulhadi. 1992. Floristic change in a sub-tropical rain forest succession. Reinwardita 11 and floristic composition of a mixed dipterocarp forest at Lempake, East KalimantanS RiswanRiswan S. 1987. Structure and floristic composition of a mixed dipterocarp forest at Lempake, East Kalimantan. Pp. 435-457 in
DaftarIsi. Fenomena Geosfer. Contoh Geosfer. Terjadinya gempa bumi dan tsunami di Aceh. Terjadinya banjir di Jakarta. Terjadinya hujan es di Bandung. Terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan. Keanekaragaman fauna di Indonesia yang terbagi menjadi tiga wilayah persebaran. Tingginya kemiskinan di Indonesia. - Persebaran flora dan fauna dipengaruhi berbagai faktor yang memungkinkan suatu wilayah memiliki flora atau fauna endemik. Indonesia kaya dengan keanekaragaman flora dan fauna. Keduanya tersedia di berbagai wilayah dari ujung timur sampai barat. Bahkan, beberapa di antaranya memiliki flora dan fauna yang menjadi kekhasan wilayah tersebut. Misalnya cendrawasih, burung cantik dengan keunikan pada bulunya ini lebih dominan hidup di pulau Papua. Jika ingin melihat fauna yang masih memiliki genetik dinosaurus, dapat ditemukan hewan komodo. Sementara itu, kekhasan flora yang ada di negeri ini di antaranya adalah anggrek hitam, bunga bangkai, dan kayu hitam Sulawesi. Menurut e-modul Geografi Kelas XI Kemdikbud 2019, flora adalah semua jenis tumbuhan dan tanaman yang ada di muka bumi. Sementara, fauna merupakan segala jenis hewan yang hidup di muka bumi. Keduanya ada yang hidup di darat atau air, dengan jenis spesies yang sangat banyak jumlahnya. Jika keduanya lebih banyak ditemukan pada daerah tertentu, pada disebut flora endemik atau fauna endemik. Pesatnya pertumbuhan flora atau fauna endemik di daerah tertentu, membuat jenisnya belum tentu didapatkan pada daerah lain. Salah satu penyebabnya yaitu kondisi sebuah daerah lebih cocok sebagai habitat atau tempat hidup flora dan fauna endemik itu. Kecocokan dengan kondisi alamlah yang membuat terjadinya keanekaragaman flora dan fauna. Mereka menempati daerah yang tepat bagi fisiknya sebagai tempat hidup. Oleh sebab itu, persebaran flora dan fauna di muka bumi berbeda-beda satu tempat dengan lainnya. Mengutip modul Geografi Uniknya Flora Fauna Indonesia Kemdikbud 2018, berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi persebaran tersebut 1. IklimIklim yang berbeda di berbagai wilayah turut memengaruhi jenis tumbuhan dan hewan yang mampu hidup di masing-masing wilayah. Misalnya pohon kaktus lebih tepat hidup di daerah gurun yang bercurah hujan rendah, tapi pohon kayu keras lebih cocok menempati daerah tropis. 2. TanahUnsur-unsur kimia tanah diperlukan bagi pertumbuhan flora dunia. Kesuburan tanah berlainan di satu tempat dengan tempat lain. Inilah yang membuat jenis dan keanekaragaman flora berlainan di berbagai wilayah. 3. SuhuFlora dan fauna akan beradaptasi dengan suhu lingkungan fisiknya. Kebanyakan tidak mampu hidup pada suhu ekstrim terlalu panas atau terlalu dingin. Keduanya akan mudah hidup dan menetap pada wilayah yang suhu udaranya masih bisa diadaptasi. 4. Kelembaban Udara dan Curah HujanKelembaban udara berkaitan dengan banyaknya uap air dalam udara. Bagi tumbuhan, air turut membantu distribusi zat hara. Sementara untuk manusia dan hewan, air juga faktor penting dalam menunjang kehidupan. 5. Sinar MatahariTidak setiap wilayah akan diterangi sinar matahari setiap hari. Hal ini memengaruhi jenis tumbuhan dan hewan yang hidup di suatu wilayah. Pada wilayah tropis, tumbuhan berdaun hijau lebih mudah tumbuh karena diperlukan dalam proses fotosintesis. 6. AnginSalah satu kegunaan angin yaitu pembentuk karbondioksida, lalu pemindah uap air dan kelembaban dari satu tempat ke tempat lain. Angin turut berperan pula sebagai penyebar biji-bijian yang akan tumbuh di wilayah lain. 7. Manusia, Hewan, dan TumbuhanPersebaran flora dan fauna juga dipengaruhi oleh keberadaan manusia. Misalnya, manusia berpengaruh pada kehidupan fauna suatu wilayah dengan konservasi, penangkaran, atau malah melakukan perburuan. Sementara itu, manusia juga dapat memindahkan bibit tanaman dari satu wilayah ke wilayah lain yang mungkin bibit tersebut dapat beradaptasi dapat hidup di tempat juga Pemerintah Serius Selamatkan Flora dan Fauna Khas Indonesia Mengenal Keberagaman Sosial Budaya di Indonesia serta Contohnya Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia & Jenis-Jenisnya - Pendidikan Kontributor Ilham Choirul AnwarPenulis Ilham Choirul AnwarEditor Maria Ulfa
Variabelbiotik merupakan flora dan fauna yang terdapat di TWA Grojogan Sewu. TWA ini memiliki karakteristik flora berupa vegetasi hutan yang didominasi oleh pepohonan pinus (Pinus mercusii) dengan fauna berupa monyet ekor panjang dan beberapa jenis burung (BKSDA Jateng, 2009).Selanjutnya data-data yang diperoleh kemudian
- Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keragaman flora dan faunanya yang tersebar di berbagai wilayah. Keanekaragaman flora dan fauna ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi geologi Indonesia sejak zaman Pleitosen. Selain itu, posisi Indonesia yang diapit oleh Benua Asia dan Austalia mempengaruhi keragaman flora dan fauna di negeri umum, wilayah Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu bagian timur, bagian barat, dan bagian peralihan atau tengah. Baca juga Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia Ketiga bagian itu memiliki ciri flora dan fauna yang barat sangat mirip dengan flora dan fauna di Asia sehingga disebut Asiatis. Sementara bagian timur, flora dan faunanya memiliki kemiripan dengan yang ada di Australia sehingga bagian ini disebut Australiatis. Sedangkan bagian tengah atau peralihan, disebut sebagai zona Wallace dengan ciri flora dan fauna yang berbeda dengan barat dan timur. Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia Dok. Encyclopaedia Britannica Garis khayal pemisah flora dan fauna Indonesia Garis Wallace biru, Garis Weber ungu, dan Garis Lydekker hijau.Encyclopaedia BritannicaAdapun ketiga bagian tersebut dipisahkan dengan garis Weber dan Wallace. Garis Wallace adalah garis yang memisahkan bagia barat dan tengah, sementara Garis Weber adala garis yang memisahkan bagian tengah dan timur. AlasanKeanekaragaman Hayati Flora dan Fauna di Indonesia Tergolong Sangat Tinggi. 1. Wilayah luas. Luasnya wilayah suatu negara tentu secara langsung memengaruhi jumlah persebaran fauna dan flora di dalamnya. Indonesia pada dasarnya memenuhi keadaan ini di mana kondisi alamnya masih asri terutama di kawasan perdesaan. 2. Berbicara tentang flora dan fauna di Indonesia tentu saja seperti menceritakan jumlah semut yang sangat banyak karena keanekaragaman fauna dan flora di Indonesia sangat beragam. Salah satu hal yang membuat Indonesia memiliki keanekaragaman fauna dan flora yang banyak karena Indonesia memiliki letak geografis yang sangat mendukung bagi perkembang biakan dan tempat tinggal para fauna dan flora. Iklim tropis di Indonesia menjadi salah satu faktor yang mendukung akan hal tersebut. Kesuburan tanah serta tumbuhnya berbagai macam tanaman-tanaman flora menjadi salah satu penyebab penting terjadinya populasi fauna yang sangat beragam. Tumbuhan yang merupakan makanan serta menjadi tempat hunian para fauna banyak tumbuh di Indoneisa sepanjang tahun. Hal ini lah yang membuat Indonesia memiliki bermacam-macam fauna langka yang tidak dimiliki oleh negara lain. Bahkan untuk beberapa satwa yang bukan berasal dari negara Indonesia mampu berkembang biak secara baik di Negeri Indonesia ini. Hal ini menjadi parameter penting penyebab keanekaragaman fauna dan flora yang dimiliki negeri tercinta kita Indonesia. Untuk mengenal lebih jauh lagi tentang keanekaragam fauna dan flora yang ada di Indonesia maka sebaiknya ketahuilah berbagai macam jenis fauna dan flora yang ada di Indonesia seperti uraian di bawah ini. Jenis Jenis Fauna Di Indonesia 1. Komodo Komodo adalah salah satu jenis mamalia hanya di miliki oleh Indonesia, nama latinnya Varanus Komodensis. Komodo merupakan spesies kadal terbesar yang ada di dunia ini dan hanya hidup di Pulau Komodo, Rinca, Gili Montang, Flores dan Nusa Tenggara Gili Dasami. Didaerah tersebut nama komodo lebih dikenal oleh masyarakat daerah dengan sebutan “Ora”. Saat ini Komodo menjadi salah satu hewan yang dimasukkan dalam kategori hewan yang sangat di lindungi karena keberadaan fauna ini sangat rentan terhadap kepunahan. Kelestarian fauna ini di jaga dengan di dirikannya taman nasional untuk fauna ini yaitu di Taman Nasional Pulau Komodo yang khusus didirikan untuk mereka. Fauna spesies kadal raksasa ini ditemukan pada tahun 1910 oleh seorang peneliti dari barat. Ukuran yang sangat besar dengan panjang rata-rata 2 – 3 meter membuatnya sangat pantes disebut sebagai raksasa. Hewan pemakan daging yang gemar memburu mangsa yang lebih besar darinya ini memiliki gigitan yang beracun sehingga sangat mematikan bagi mangsanya. 2. Orang Utan Orang utan merupakan satu-satunya spesies kera terbesar di Asia. Janis orang utan yang saat ini ada di Indonesia yaitu spesies Pongo Pygmaeus dan Pongo Abelii. Kedua spesies ini hanya hidup di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera. Populasi orang utan di Indonesia mencapai 90% dan sisanya tersebar di daerah Sabah dan Serawak Negara Malaysia. Saat ini populasi dari orang utan juga mulai masuk daftar merah IUCN karena memiliki potensi keterancaman punah. Keadaan ini juga di perkuat dengan tercantumnya orang utan dalam Lampiran 1 Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka Fauna dan flroa Liar CITES. Oleh karena itu sebaga warga negara Indonesia sangat patut untuk menjaga kelestariannya. Tempat tinggal yang nyaman bagi orang utan berada pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut, namun pada beberap studi juga di temukan populasi yang berada pada pegunungan dengan ketinggian pada 1000 mdpl. 3. Harimau Sumatera Harimau sumatra Dalam bahasa latin disebut dengan Panthera tigris sumatrae merupakan spesies harimau asli dari pulau sumatra yang termasuk subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini. Ciri dari harimau ini adalah ukuran tubuhnya terkecil dibandingkan jenis harimau lainnya dengan warna paling gelap di antara semua spesiesnya. Harimau jantan memiliki panjang tubuh sekitar 92 inci dari kepala sampai ekor dan berat sekitar 140 kg dengan tinggi 60 cm. Sedangkan pada harimau betina memiliki panjang sekitar 78 inci dan berat sekitar 91 liar harimau sumatera saat ini hanya tersisa 400-500 ekor dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah critically endangered. Penghancuran habitat merupakan ancaman terbesar terhadap populasi ini. Tercatat sekitar 66 ekor harimau sumatra terbunuh antara tahun 1998 – 2000. Selain karena pembunuhuan liar harimau sumatra kerap juga di perdagangkan oleh orang orang tidak betanggung jawab. Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan. Dari survei Profauna Indonesia yang didukung oleh International Fund fo Animal Welfare IFAW pada bulan juli-oktober 2008, selama 4 bulan tim profauna mengunjuni 21 kota/lokasi yang ada di sumatra dan jakarta. Dari 21 kota yang dikunjungi, 10 kota diantaranya ditemukan adanya perdagangan bagian tubuh harimau sekitar 48%. Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia adalah perbuatan kriminal, karena melanggar Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Berdasarkan pasal 21 dalam undang-undang nomor 5 tahun 1990 poin d bahwa “setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau memiliki, kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia”. Pelanggar dari ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimum 100 juta. 4. Badak Jawa Badak jawa atau sering disebut badak bercula satu dalam bahasa latin disebut Rhinoceros sondaicus adalah anggota famili Rhinocerotidae yang merupakan satu dari lima spesies yang masih ada sampai saat ini. Badak ini memiliki genus yang sama dengan badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak jawa memiliki panjang sekitar 3 – 3,2 m dan tinggi sekitat 1,4 – 1,7m. Meskipun disebut dengan badak jawa, namun binatang ini tidak terbatas dan hanya ditemukan di pulau jawa saja. Badak ini pernah menjadi slah satu badak di Asia yang paling banyak badak saat ini sangat kritis, kemungkinan bdaka jawa termasuk mamalia terlangka yang ada dibumi. Sekitar 40-50 ekor badak hidup di taman nasional ujung kulon. Dan tidak lebih dari delapan ekor badak jawa hidup dialam bebas ditaman nasional Cat Tien, Vietnam. Pemburuan liar dan hilangnya habitat yana aman menjadi faktor berkurangnya populasi badak jenis ini. Badak jawa dapat hidup selama 30-50 tahun di alam bebas. Badak ini hidup didaratan rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir. Badak jawa lebih kecil daripada sepupunya, badak india, dan memiliki besar tubuh yang dekat dengan badak hitam. Panjang tubuh badak Jawa termasuk kepalanya dapat lebih dari 3,1–3,2 m dan mencapai tinggi 1,4–1,7 m. Badak dewasa dilaporkan memiliki berat antara 900 dan kilogram. 5. Badak Sumatera Badak sumatera atau badak Asia bercula dua Dicerorhinus sumatrensis, yang merupakan spesies langka dari famili Rhinocerotidae dan termasuk salah satu dari lima spesies badak yang masih ada. Badak sumatera merupakan satu-satunya spesies yang terlestarikan dari genus Dicerorhinus. Badak ini adalah badak terkecil, meskipun masih tergolong hewan mamalia yang besar. Sama dengan Badak Jawa, Populasi jenis badak ini juga terancam punah, saat ini diperkirakan hanya tinggal enam populasi badak ini yang ada di alam liar, empat berada di Sumatera, satu beada di Kalimanatan dan satu di semenanjung Malaysia. Jumlah badak sumatera sulit ditentukan, karena badak ini adlah hewan penyendiri yang tersebar luas. Pada tahun 2015, diperkirakan jumlah mereka hanyya tersisa 80 ekor, dan para peneliti mengummkan bahwa badak sumatera timur di bagian utara Kalimantan telah punah. 6. Gajah Sumatera Gajah sumatra merupakan mamalia terbesar di Indonesia, dengan berat mencapai 6 ton dengan tumbuh setinggi 3,5 meter pada bahu. Gajah sumatera adalah subspesies dari gajah asia yang hanya berhabitat dipulau sumatera. Gajah jenis ini berpostur tubuh lebih kecil dibandingkan gajah india. Sebanyak 65% populasinya lenyap akibat ulah manusia dan 30% akibat dibunuh atau diracuni oleh manusia dari 2000-2700 ekor. Populasinya semakin menurun dan terancam punah. Gajah sumatera meyukai habitat hutan dengan daratan rendah. Di masa lalu, ketika habitatnya belum rusak, gajah mengadakan migrasi luas. Pergerakan ini pada umumnya mengikuti aliran sungai. Gajah berpindah dari daerah gunung ke dataran rendah pantai selama musim kering dan naik ke bukit satu kali ketika hujan datang Van Heurn, 1929; Pieters, 1938 dalam Satiapillai. 2007. Gajah sumatera memiliki 5 kuku pada kaki depan dan 4 kuku pada kaki belakang. Gajah sumatera dewasa dalam sehari membutuhkan makanan sampai 150 kilogram dan air 180 liter/ dari jumlah itu, hanya sekitar 40% saja makanan yang diserpa oleh pencernaannya. Dan sisa nya digunakan untuk melakukan perjalanan hingga 20 km perharinya. Dengan kondisi hutan yang semakin berkurang akibat pembalakan liar dan kebakaran hutan, tidak heran jika nafsu makan dan daya jelajah bintang berbelalai ini sering terjadi konflik dengan manusia. 7. Anoa Anoa merupakan satwa endemik Sulawesi, sekaligus emnjadi maskot provinsi Sulawesi Tenggara. Terdapat dua jenis anoa yaiu anoa pegunungan Bubalus quarlesi dan anoa darata renadah bubalus depressiconis. Kedu anya tinggal dihutan yang tidak di jamah oleh manusia. Cara membedakan dua jenis anoa ini yaitu bedasarkan bentuk tanduk dan ukuran tubuh. Anoa daratatn rendah relatif berukuran lebih kecil, ekor pendek, lembut dan memiliki tanduk emlingkar. Sedangkan anoa pegunungan mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar, ekor panjang, kaki putih dan memiliki tanduk besar. Anoan mirip dengan kerbau, memiliki berat tubuh sekitar 150-300 kilogram dan tinggi 75 cm. Sejak tahun 1960-an anoa termasuk fauna yang berada alam status terancam punah. Lima tahun terakhir populasi anoa menurun secara drastis. Saat ini diperkirakan hanya tertinggal 5000 ekor anoa yang masih bertahan hidup. Pemburuan menjadi alasan punahnya populasi jenis fauna endemik sulawesi ini. 8. Kanguru Papua Kanguru papua merupakan jenis kanguru terkecil yang ada didunia. Beratnya hanya sekitar 3-6 kg,panjang sekitar 90 cm. Fauna jenis ini merupakan salah satu jenis fauna yang dilindungi dari kepunahan yang berasal dari Papua. Kanguru papua hanya terdapat di papua berada dikawasan daratan rendah, dihutan wilayah selatan papua dan papua nugini. Kanguru papua terdiri atas dua genus yaitu kanguru pohon dendrolagus dan knguru tanah thylogale. Kanguru pohon biasa menghabiskan sebagian hidupnya di pohon. Namun kanguru pohon juga sering turun ke tanah, mislanya untuk mencari minum . Kanguru pohon mempunyai moncong yang lebih runcing dibanding dengan kanguru darat. Denagn ekor panjang dan bulat dari pangkal hingga ekor. Sedangkan pada kanguru darat memiliki ukuran kaki yang lebih pendek di bagian depan. Memiliki moncong agak tumpul dan tidak berbulu, dengan ekor meruncing ke ujungnya. 9. Burung Cenderawasih Burung cenderawasih merupakan anggota famili Paradisaeidae dari ordo Passeriformes. Burung cenderawasih banyak ditemukan di bagian Indonesia timur, pulau-pulau selat tores, Papua nugini dan Australia jenis ini terkenal karena mempunyai bulu yang indah dan beraneka warna. Burung Cenderawasih yang paling terkenal adalah anggota genus Paradisaea, termasuk spesies tipenya, Cenderawasih kuning-besar, Paradisaea apoda. Burung Cenderawasin sering dianggap sebagai burung surga. Cukup beralasan jika burung cenderawasih dikatakan sebagai burung surga, Burung yang menjadi maskot Papua ini memang memiliki keindahanan dengan warna bulu yang dimilikinya. Warna bulu cenderawasih yang mencolok biasanya merupakan kombinasi beberapa warna yang lain seperti hitam, cokelat, oranye, kuning, putih, biru, merah, hijau, dan ungu. Burung ini semakin molek dengan keberadaan bulu memanjang dan unik yang tumbuh dari paruh, sayap, atau kepalanya. Namun, Burung cenderawasih yang memiliki warna bulu yang indah dan mencolok hanya dimiliki oleh pejantan. Keindahan yang dimilikinya digunakan untuk menarik perhatian dari burung betina pada musim kawin. Selain memamerkan keindahan bulu mereka, cenderawasih jantan bahkan melakukan gerakan-gerakan atraktif serupa tarian yang dinamis dan indah untuk merebut perhatian betina. Tiap jenis cenderawasih memiliki jenis tarian dan atraksi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Cenderawasih betina cenderung berukuran lebih kecil dengan warna bulu yang tidak seindah dan sesemarak warna cenderawasih jantan. Kabarnya, Indonesia merupakan negara dengan jumlah spesies cenderawasih tebanyak. Ada sekitar 33 jenis cenderawasih di 28 jenisnya ditemukan di Papua. Karena keindahan yang dimilikinya, membuat keberadaan burung ini kian lama makin terancam. Pemburuan dan penangkapan liar karena perdagangan serta kerusakan habitat hidupnya meemnajdi beberapa penyebab utama makin langkanya burung ini. 10. Jalak bali Jalak bali adalah spesies burung pengicau dengan ukuran sedang, panjang sekitar 25 cm. Ciri khas dari burung ini adlah bulu yang putih diseluruh tubuhnya kecuali sedikit garis hitam pada ekornya dan pada bagian pipi berwarna kebiruan. Jalak bali merupakan hewan endemik pulau bali dan hanyan ditemukan dibagian barat pulau Bali, pada tahun 1991 jalak bali dinobatkan sebagai lambang fauna di provinsi Bali. Jalak bali merupakan slaah satu burung yang paling diminati oleh kolektor sebagai burung peliharaan karena penampilannya yang cantik. Penangkapan liar dan hiangnya habitatnya menjadi penyebab semakin langkanya jalak bali untuk ditemui. Untuk mencegah kepunahannya jalak bali, sebgaian besar kebun binatang diseluruh dunia menjalankan program penangkaran jarak bali. Jenis Jenis Flora di Indonesia 1. Melati Melati termasuk dalam genus dari semak dan tanaman merambat dalam keluarga zaitun Oleaceae. Melati merupakan tanaman bunga hias berupa perdu berbatang tegak yang dapat hidup menahun. Merupakan spesies melati yang beasal dari asia selatan. Penyebarannya dimulai dari hindustan ke Indocina lalu kepulauan Melayu. Bunga ini salah satu bunga nasiona Indonesia puspa bangsa selain Padma raksasa Raflesia Arnoldii dan anggrek bulan. Bunga melati pula menjadi bunga anasional Filipina. Terdiri dari 200 spesies tumbuhan asli daerah beriklim tropis dan hangat dari Eurasia. australasia dan Oseania. Tetapi hanya ada sekita 8 sampai 9 spesies saja yang dibudidayakan, sedangkan lainnya tumbuh liar dihutan karena belum ditemukan potensi ekonomi dan soaialnya. Di Indonesa bunga melati melambangkan kesucian dan kemurnian, serta dikaitkan dengan berbagai tradisi dari banyak suku di Indonesia. Bunga melati menjadi keharusan hiasan rambut pengantin dlam upara perkawianan beberapa adat di Indonesia. Sebutan untuk tanaman ini berbeda-beda di setiap daerah di Indonesia, antara lain Menuh Bali, Meulu atau Riwat Aceh, Menyuru BAnda, Melur Gayo dan Batak karo, Menduru Manado, Mundu Bima dan Sumbawa, Manyora Timor, Melati salam UMI, Malete Madura dan Beruq-beruq Mandar. 2. Anggrek Bunga anggrek mempunyai nama latin Orchidaceae, yang merupakan salah satu jenis bunga dengan spesies terbanyak di Indonesia. Habitat bunga anggrek banyak tersebar didaerah tropika, namun terdapat juga didaerah sirkumpolar sampai kewilayah tropika basah. Anggrek merupakan salah satu tumbuhan yang hidup menempel atau menumpang pada pohon lain, namun anggrek bukan bunga parasit. Mereka mampu hidup mandiri meskipun menumpang pada pohon lain. Oleh karena itu bunga anggrek banyak dijumpai di dalam hutan dengan menempel pada pohon-pohon besar maupun dilereng-lereng pegunungan. 3. Bunga Bangkai Bunga bangkai atau suweg dalam bahasa lokal untuk jenis vegetatif dengan bahasa latin Amorphophallus titanum Becc. Merupakan tumbuhan dari jenis tals-talasan endemik dari sumatra, yang dikenal dengan bunga majemuk terbesar. Dinamakan bunga bangkai karena bunag ini mengeluarkan aroma bau busuk, aroma busuk tersebut sebenarkan digunakan untuk menarik serangga kumbang atau lalat untuk menyerbuki bunganya. Tumbuhan ini memiliki dua fase kehidupannya yang muncul secara bergantian, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. pada fase vegetatif muncul daun dan batang semu, Selang beberapa waktu tahun organ vegetatifnya akan layu dan umbinya dorman. Dan apabila cadangan makanan diumbi mencukupi dan lingkungannya mendukung maka bung amajemuknya akan muncul. Namun bila cadangan makanannya kurang maka akan muncul kembali daun. 4. Rafflesia Arnoldii Padma raksasa dalam bahasa latin rafflesia merupakan tumbuhan parasit yang terkenal karena ukuran bunga yang besar, bahkan merupakan bunga terbesar di dunia. bunga ini tumbuh dijaringan merambat dan tidak memiliki daun sehingga tumbuhan ini tidak mampu berfotosintetis. Bunga ini pertama kali ditemukan pada tahun 1818 dihutan tropis Bengkulu sumatera didekat sungai Manna,Lubuk tapi, kabupaten Bengkulu Selatan oleh seorang pemandui dari Indonesia yang bekerja untuk Dr. Joseph Arnold dan dinamai berdasarkan nama Thomas Stamford Rafdles, pemimpin expedisi itu. Bunga ini terdiri dari 27 spesies dan dari semua spesiesnya ditemukan di Asia tenggara. Tumbuha ini tidak emmiliki batang, daun atau akar yang sesungguhnya. Rafflesia merupakan tumbuhan endoparasit pada tumbuhan merambat pada genus Tetratigma, menyebar haustoriumnya yang mirip akar didalam jaringan tumbuah merambat itu. Karena tanaman Rafflesia Arnoldii merupakan jenis tanaman yang langka maka Oleh pemerintah Provinsi bengkulu bunga Rafflesia ditetapkan sebagai lambang emnetapkannya sebagai tanaman yang dilindungi dan harus dilestarikan. 5. Kantong Semar Kantong semar merupakan tanaman yang unik karena memangsa berbagai serangga didekatnya yang dalam bahasa latinnya Nepenthes yang termasuk dalam familia monotipik, terdiri dari 130 spesies. Habitat dengan spesies terbanyak beradah di puau Borneo dan Sumatera. Ada umumnya Nepenthes memiliki tiga macam bentuk kantong, yaitu kantong atas, kantong bawah dan kantong roset. Kantong atas adalah kantong dari tanaman dewasa, kantong atas sering digunakan untuk menagkap hewan yang trbang seperti lalat atau nyamuk. Kantong bawah merupakan kantong yang dihasilakn pada bagian tanaman muda yang biasa tergeletak diatas tanah, dan memiliki dua sayap yang digunakn untuk membantu bagi serangga tanah atau semut untuk memanjat mulut kantong dan akhirnya tercebur kedalam cairan enzim di dalamnya. sedangkan kantong roset tumbuh pada daun yang berbentuk roset. Namun terkadang beberapa jenisnya mengeluarkan kantong tengah yang berbentuk seperti campuran kantong bawah dan kantong atas. Tanaman ini memiliki penyebaran yang sangat luas dari pinggir pantai sampai dataran tinggi, karena inilah nepenthes dibagi dalam dua jenis yaitu jenis dataran tinggi dan jenis dataran rendah, walau kebanyakan spesies tumbuh di dataran tinggi. 6. Cendana Cendana atau cendana wangi merupakan pohon penghasil kayu cendana dan minyak cendana. Kayunya digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, campuran parfum, dan wewangian lainnya. Di Indonesia kayu ini banyak ditemukan di Nusa Tenggara Timur, meskipun sekarang dapat juga di temukan di berbagai wilayah Indonesia lainnya, seperti di Pulau Jawa, Sumatera dan Daerah lainnya. Cendana merupakan tumbuhan parasit pada awal kehidupannya, kecambahnya memerlukan inang untuk mendukung pertumbuhannya, karena akarnya sendiri tidak sanggup mendukung kehidupannya. 7. Damar Pohon damar mempunyai nama latin Agathis dammara merupakan sejenis pohon anggota tumbuhan runjung dan merupakan tumbuhan asli Indonesia. Damar menyebar di Maluku, Sulawesi, Sumatera hingga ke Filipina. Di Jawa tumbuhan ini dibudidayakan untuk diambil getahnya. Getah ini dimanfaatkan untuk diolah menjadi kopal. Pohon damar merupakan pohon yang besar dengan tinggi hingga 65m, dengan batang silindris diameter sekitar 1,5m. damar dapat tumbuh secara alami di hutan hujan daratan rendah samapi ketinggian mdpl. Namun untuk pembudidayaan tumbuhan ini ditanam di pegunungan. 8. Edelweiss Jawa Edelweiss Jawa atau bunga Senduro Anaphalis javanica merupakan tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi nusantara. Edelweiss merupakan tumbuhan pelopor bagi tanha vulkanik muda di hutan pegunungan dan mampu memperthankan kelangsungan hidupnya di atas tanah yang tandus. Bunga edelweiss biasanya muncul diantara bulan April dan Agustus yang sangat disukai serangga. Edelweiss saat ini merupakan salah satu jenis bunga yang sudah sangat langka keberadaannya, karena bagian-bagian edelweiss sering dipetik dan dibawa turun dari gunung untuk alasan-alasan estetis maupun spriritual atau sekedar oleh-oleh dan kenang-kenangan. Pada bulan februari hingga Oktober 1988 terdapat 636 batang yang tertcatat telah diambil dari Taman NAsional Gunung Gede Pangrano, yang merupakan salah satu tempat perlindunga terakhir tumbuhan ini. Salah satu tempat terbaik untuk melihat dan menikmati edeweiss adalah di Tegal Alun Gunung Papandayan, Alun-Alun Surya Kencana Gunung Gede, Alun-Alun Mandalawangi Gunung Pangrango, dan Plawangan Sembalun Gunung Rinjani. 9. Daun Payung Daun payung atau banyak yang mengatakan daun raksasa, daun sang atau salo dengan bahasa latin Johannesteijsmannia altifrons merupakan tumbuhan sejenis palem-paleman yang mempunyai daun besar dan lebar. Daun payung adalah salah satu tanaman di Indonesia tepatnya di Sumatera Utara. Tanaman ini dapat ditemukan dekat Taman Nasional Gunung Leuser. Daun payung adalah jenis tanaman yang tumbh tunggal. Mempunyai ukuran daun panjang sekitar 3-6meter denagn lebar 1m. Tanaman ini tidak tahan terhadap paparan sinar matahari langsung, oleh karena itu tanaman ini sering ditemukan tumbuh diantara pepohonan lebat. Keberadaan tanaman raksasa ini semakin berkurang karena banyaknya kebakaran hutan sehingga pohon tempatnya berlindung juga berkurang 10. Ulin Ulin adalah sejenis pohon besar yang sering disebut dengan pohon besi atau bulian yang merupakan tumbuhan khas dari Kalimantan. Pohon ini mampu menghasilkan kayu yang sangat kuat sehingga banyak digunakan untuk konstruksi bangunan, jembatan, rumah, tinag listrik dan perkapalan. Ulin merupakan jenis kayu hutan tropika basah yang tumbuh secara alami di wilayah sumatera bagian selatan dan Kalimanta. Ulin termasuk jenis pohon besar yang tingginya dapat mencapai 50m dengan diameter smapai 120cm. Tumbuhan ini tumbuh di dataran rendah samapi ketinggian 400mdpl. Namun, karena pohon ini cukup sulit untuk diperkembang biakkan sehingga populasinya menurun. Demikian Penjelasan seputar Fauna dan Flora Terlangka di Indonesia yang bisa disampaikan, semoga informasi yang diberikan bermanfaat dan menambah wawasan anda. Terimakasih telah berkunjung di , sampai bertemu diartikel artikel selanjutnya .. Tetap jaga kelestarian lingkungan kita demi keberlangsungan hiudp fauna dan flora untuk Indonesia.
masihbanyak lagi jenis flora dan fauna yang sudah ditetapkan rentan punah dan harus dilindungi antara lain komodo, kelinci liar, ikan hiu, paus, kambing hutan, ayam hutan, beruk, bajing, trenggiling, burung cendrawasih, anoa, bekantan, ular endemik indonesia, luwak, macan kumbang, beruang madu, peusing, sing puar, macan dahan kuwuk, landak semut
- Persebaran flora dan fauna di Indonesia berpengaruh langsung pada keanekaragamanhewan dan tumbuhan di setiap daerah. Berkat iklim tropis, Indonesia mampu menampung banyak jenis flora dan fauna. Bahkan, di tahun 2018 portal resmi Indonesia menyebutkan bahwa keberagaman flora dan fauna di Nusantara merupakan yang tertinggi di dunia. Setidaknya sebanyak 10 persen atau lebih dari jenis flora yang ada di dunia terdapat di Indonesia. Sedangkan jenis fauna di Indonesia mencapai lebih dari jenis, meliputi mamalia, burung, reptil, hingga serangga. Flora dan fauna tinggal di sebuah ekosistem dengan kondisi mendukung. Ekosistem terbentuk di dalam sebuah biosfer atau lapisan di mana hewan, tumbuhan, dan manusia tinggal. Biosfer cocok sebagai ruang hidup karena memiliki unsur-unsur lingkungan termasuk iklim, tanah, air, sinar matahari, dan yang memengaruhi persebaran flora dan fauna di Indonesia Secara umum, studi geografi memberikan pemahaman bahwa ada 4 macam faktor yang memengaruhi persebaran flora dan fauna di dunia. Keempatnya adalah iklim, edafik, biotik, dan tentang masing-masing faktor tersebut, sebagaimana termuat dalam Modul Geografi XI KD. dan terbitan Kemdikbud, adalah sebagai berikut. 1. Faktor IklimIklim bisa memberikan pengaruh dominan terhadap persebaran flora dan fauna di bumi. Kenyataannya, wilayah yang mempunyai iklim ekstrem dihuni flora dan fauna dengan ragam spesies jauh lebih sedikit dibandingkan yang ada di kawasan beberapa jenis faktor iklim yang berpengaruh terhadap persebaran flora dan fauna. Di antara sejumlah faktor yang termasuk dalam kategori iklim adalah suhu udara, kelembapan, angin, dan curah hujan. Bagaimana faktor-faktor itu dapat memengaruhi persebaran flora dan fauna?a. Suhu UdaraPerbedaan letak geografis-astronomis, sudut datangnya sinar matahari, jarak daratan dengan lautan, ketinggian lokasi, dan tutupan lahan membuat suhu udara di setiap wilayah tidak seragam. Sementara itu, kehidupan tumbuhan maupun hewan terkait erat dengan kondisi suhu spesies tertentu memerlukan suhu udara ideal di lingkungan hidupnya agar dapat tetap bertahan dan berkembang biak. Karena itu, kawasan dengan suhu non-ekstrem, atau tidak terlalu panas maupun dingin, umumnya layak menjadi tempat hidup banyak jenis spesies flora dan fauna. Suhu udara juga bisa memengaruhi kondisi vegetasi di suatu wilayah. Vegetasi yang terdapat di wilayah tropis, gurun, kutub dan lainnya tidak bisa Kelembapan udaraKelembaban udara menunjukkan tingkat uap air yang terkandung di udara. Kelembapan berpengaruh langsung terhadap kehidupan flora. Ada tumbuhan yang cocok hidup hanya di daerah kering, lembab, atau sebab itu, jenis-jenis tumbuhan bisa dikategorisasikan berdasar tingkat kelembapan wilayah keberadaannya. Setidaknya ada 4 jenis yang perlu diketahui, yakni Xerophyta tumbuhan yang tahan di lingkungan kering atau kelembaban udara sangat rendah. Contoh kaktus. Mesophyta tumbuhan yang cocok hidup di lingkungan lembab tetapi tidak basah. Contoh anggrek dan cendawan. Hygrophyta tumbuhan yang cocok hidup di kawasan basah. Contoh teratai, eceng gondok, selada air. Tropophyta tumbuhan yang bisa beradaptasi di daerah pemililk musim hujan dan musim kemarau. Tropophyta merupakan flora khas wilayah iklim musim tropis monsun tropis. Contoh jati dan ekaliptus. c. AnginAngin sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup tumbuhan. Di daerah terbuka, hanya tumbuhan berakar dan berbatang kuat yang dapat bertahan hidup di tengah terpaan angin kencang. Angin pun bisa membantu penyerbukan atau pembuahan pada beberapa jenis tanaman, sehingga regenerasi terjadi. Tumbuhan tertentu penyebaran benihnya juga dibantu angin, seperti yang terjadi pada spora paku-pakuan pteridophyta.d. Curah HujanCurah huja jelas menjadi penentu persebaran flora dan fauna karena air adalah sumber utama kehidupan. Beragam jenis hewan dan tumbuhan sangat tergantung pada curah hujan dan kelembaban udara. Tingkat curah hujan dapat membentuk karakter khas formasi vegetasi di muka bumi. Kekhasan vegetasi ini mengakibatkan ada hewan-hewan tertentu yang bisa hidup. Hal ini bisa terjadi karena banyak jenis hewan mengandalkan tumbuhan sebagai sumber hujan tropis yang bisa tumbuh di kawasan dengan curah hujan 1000-2000 mm dan suhu udara 20-30 derajat celcius memiliki keragaman flora sekaligus fauna yang kaya. Kondisi berbeda ada di padang rumput stepa yang berkembang di wilayah dengan curah hujan 200-1000 mm dan suhu -20 sampai 10 derajat Faktor Edafik TanahFaktor edafik kondisi tanah berpengaruh besar pula pada persebaran flora dan fauna. Tanah jadi media utama bagi tumbuhnya vegetasi. Kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan vegetasi seperti unsur hara, kebutuhan bahan organik humus, air dan udara disediakan oleh tanah. Tanah subur memberikan dampak baik bagi pertumbuhan tanaman. Hewan lalu bakal lebih mudah menemukan makanan jika tanaman di sekitarnya tumbuh fisik tanah yang mempengaruhi pertumbuhan vegetasi adalah Tekstur ukuran butiran tanah atau tingkat kekasaran tanah Tingkat Kegemburan tanah gembur memudahkan tumbuhan menyerap mineral Mineral Organik Humus Mineral Anorganik Unsur hara seperti Karbon, Hidrogen, Oksigen, Nitrogen, Fosfor Kandungan Air Tanah Kandungan Udara Tanah semakin gembur, kandungan udara tanah bertambah besar. 3. Faktor Fisiografi Relief bumiKeragaman bentuk permukaan bumi memengaruhi persebaran flora dan fauna. Relief bumi dapat membantu atau mempersulit hewan dan tumbuhan berkembang. Kawasan pegunungan, misalnya, bisa menghambat penyebaran tumbuhan. Terhambatnya perkembangan vegetasi pada akhirnya berdampak pula pada kondisi fauna. Selain itu, kemiringan lereng dapat memengaruhi tumbuh kembang tanaman. Lereng yang membelakangi sinar matahari mempersulit beragam jenis tanaman untuk tumbuh dengan muka bumi yang beragam bisa memicu perbedaan suhu dan kelembapan udara sehingga berpengaruh pada jenis vegetasi, dan karena itu, memengaruhi spesies hewan yang bertahan. Perbedaan suhu dan kelembapan udara, misalnya, karena faktor tinggi-rendah Faktor Biotik mahluk hidupMakhluk hidup, baik tumbuhan, hewan, maupun manusia juga bisa memengaruhi persebaran flora dan fauna di bumi. Peran yang terbesar, untuk saat ini, ada di manusia. Perilaku manusia yang melestarikan lingkungan akan berdampak positif terhadap keberadaan flora dan fauna. Sebaliknya, kegiatan manusia merusak lingkungan bahkan dapat membuat spesien flora dan fauna tertentu kasus tanaman, tumbuhan yang memiliki daya adaptasi kuat akan menghambat tumbuhan lain dengan kemampuan lebih lemah. Kondisi ini lantas memicu satu jenis vegetasi mendominasi suatu wilayah. Sedangkan dalam konteks hewan, keberadaan cacing yang bisa menyuburkan tanah dan membantu banyak jenis tanaman berkembang, merupakan dan persebaran flora di Indonesia Jenis-jenis flora yang ada di Indonesia dibedakan atas persebarannya. Mengutip e-book "Uniknya Flora Fauna Indonesia" terbitan Kemendikbud, Indonesia memiliki empat kawasan utama persebaran flora, meliputi 1. Flora Sumatera-Kalimantan Wilayah Sumatera dan Kalimantan didominasi dengan iklim tropis basah. Iklim ini menyebabkan wilayah tersebut memiliki curah hujan yang tinggi juga kelembaban udara yang tinggi. Jenis flora atau vegetasi yang banyak tumbuh di kawasan ini kebanyakan tanaman yang menghuni hutan hujan tropis. Jenis-jenis flora di kawasan Sumatera anatra lain kayu meranti, damar, berbagai jenis anggrek, lumut, jamur cendawan, paku-pakuan, serta mangrove di wilayah sekitar pantai. 2. Flora Jawa-Bali Wilayah Jawa-Bali memiliki iklim yang bervariasi, Semakin ke arah timur, curah hujan di kawasan Jawa-Bali cenderung lebih rendah. Sehingga wilayah ini memiliki dua tipe iklim utama, yaitu iklim hutan hujan tropis dan iklim muson tropis. Selain dua iklim tersebut, terdapat pula iklim sabana tropis yang terletak di Bali. Jenis-jenis floranya meliputi flora hutan hujan tropis, flora hutan muson seperti Jati, flora sabana tropis seperti rumput, flora pesisir seperti bakau, dan flora yang terdapat di pegunungan seperti pinus dan cemara. 3. Flora Kepulauan Wallacea Wilayah ini merupakan wilayah di Indonesia bagian tengah, meliputi Pulau Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Pulau Timor, dan Kepulauan Maluku. Jika dibandingkan dengan wilayah lainnya, iklim di kawasan ini cenderung lebih kering dan memiliki kelebababan yang lebih rendah. Jenis flora yang ada di kawasan Kepulauan Wallacea antara lain Nusa Tenggara didominasi dengan vegetasi sabana dan stepa tropis. Sulawesi dengan vegetasi hutan pegunungan Maluku dengan vegetasi hutan campuran yang terdiri dari berbagai jenis rempah-rempah, termasuk cengkeh, kayu manis, pala, lontar, dan kayu ebony. 4. Flora Papua Wilayah ini dipengaruhi oleh iklim hujan tropis. Namun, yang membedakannya dengan wilayah Sumatera-Kalimantan atau Jawa-Bali, flora yang terdapat di wilayah Papua dipengaruhi oleh corak Australia Utara, contohnya eucaliptus kayu putih. Wilayah Papua juga memiliki vegetasi pegunungan dan pantai seperti pinus dan bakau. Jenis-jenis fauna di Indonesia Jenis-jenis fauna di Indonesia dibagi dalam tiga wilayah utama yang dipisahka oleh garis Wallace dan garis Webber. Garis Wallace memisahkan kelompok hewan yang bercorak Asia dan kelompok hewan peralihan, sementara garis Weber memisahkan kelompok hewan bercorak Australia. Persebaran fauna di Indonesia yaitu 1. Fauna Indonesia Barat Wilayah Indonesia Barat meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Ciri fauna yang terdapat di wilayah ini cenderung dipengaruhi oleh corak Asia atau Asiatis. Jenis-jenis fauna yang tersebar di wilayah ini meliputi Mamalia harimau, gajah, badak bercula satu, rusa, banteng, kerbau, monyet, orang utan, babi hutan, landak, tikus, kijang, kancil, dan kukang. Reptil ular, buaya, kadal, bunglon, tokek, dan biawak. Burung elang, jalak, merak, kutilang, burung hantu, dan unggas. Serangga belalang dan capung. Ikan ikan air tawar dan pesut. 2. Fauna Indonesia Tengah Kepulauan Wallacea Wilayah Indonesia Tengah meliputi Pulau Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Pulau Timor, dan Kepulauan Maluku. Jenis-jenis fauna yang terdapat diwilayah ini bercorak peralihan. Jenis-jenis fauna yang tersebar di wilayah ini meliputi Mamalia anoa, dugong, tarsius, sapi, kuda, babi rusa, kuskus, monyet seba, dan monyet hitam. Reptil komodo, biawak, buaya, ular, dan soa-soa. Amfibi berbagai jenis katak. Burung dewata, maleo, raja udang, kakatua, nuri, merpati, angsa, mandar, dan rangkong. 3. Fauna Indonesia Timur Wilayah ini meliputi wilayah Papua dan pulau-pulau kecil disekitarnya. Di kawasan Indonesia Timur, jenis-jenis faunanya dipengaruhi oleh corak Australis, meliputi Mamalia kanguru, wallaby, nokdiak atau landak Irian, opposum, kuskus, dan kelelawar. Reptil ular, buaya, biawak, dan kadal. Amfibi berbagai jenis katak Burung cendrawasih, kasuari, kiwi, mamundur, nuri, dan raja udang. Baca juga Pemerintah Serius Selamatkan Flora dan Fauna Khas Indonesia Cabang Ilmu Biologi dari A-Z Agronomi, Biokimia, sampai Zoologi - Pendidikan Kontributor Yonada NancyPenulis Yonada NancyEditor Yulaika Ramadhani
. 221 222 294 73 16 22 457 168

kelangkaan beberapa spesies flora dan fauna di indonesia merupakan fenomena